Pages

Kamis, 12 Februari 2015

IJTIHAD



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
       Hukum  dalam masyarakat dalah bertujuan untuk mengendalikan msyarakat.Hukum adalah sebuah sistim yang di tegakkan terutama untuk melindungi hak-hak individu maupun hak-hak masyarakat. Sistim hukum disetiap masyarakat memiliki sifat, karakter dan ruang lingkup sendiri.Sama halnya Islam memilikisistem hukum sendiri yang dikenal dengan fiqh. Hukum Islam bukanlah hukm murni dalam pengertiannya yang sempit, ia mencakup seluruh bidang kehidupan etika, keagamaan politik dan ekonomi. Ia bersumber dari wahyu Illahi Wahyu menentukan norma dan konsep dasar hukum Islam.
       Pada umumnya sumber hukum islam ada dua, yaitu : Al-Qur'an dan Hadist, namun ada juga yang di sebut ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga berfungsi untuk menetapkan suatu hukum yang tidak secara jelas di tetapkan dalam Al-Qur'an maupun hadist. Namun demikian, tidak boleh bertentangan dengan isinkandungan dalam Al-Qur'an.

1.2   Rumusan Masalah
1.2.1     Menjelaskan pengertian tentang Ijtihad
1.2.2      Menjelaskn sejarah ijtihad
1.2.3     Bagaimana kedudukan ijtihad dalam hukum islam
1.2.4     Menjelaskan bentuk atau macam ijtihad
1.2.5     Menjelaskan syarat-syarat mujtahid

1.3   Tujuan
1.3.1      Untuk mengetahui pengertian tentang Ijtihad
1.3.2      Untuk mengetahui sejarah ijtihad
  1.3.3     Untuk mengetahui kedudukan ijtihad dalam hukum Islam
1.3.4     Untuk mengetahui bentuk atau macam Ijtihad
1.3.5     Untuk mengetahui syarat-syarat Mujtahid




BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Ijtihad
Ijtihad dalam bahasa arab berbentuk “mashdar” yang berasal dari kata dasar “ijtihada”, artinya bersungguh-sungguh, berusaha keras atau mengerjakan sesuatu dengan susah payah.Sedangkan menurut istilah, para ahli fiqih berbeda pendapat dalam memberikan definisi, diantaranya yaitu: Menurut al-Syaukani Ijtihad adalah mencurahkan sekedar kemampuan untuk mendapatkan hukum syar’iy  dengan cara mengambil kesimpulan hukum (istinbath).Menurut Imam al-Amidi beranggapan bahwa, Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan yang ada untuk mencari hukum syara’ sampai dirinya merasa tidak mampu lagi untuk mencari tambahan kemampuannya.Menurut para ahli, Ijtihad adalah pencurahan seorang faqih akan semua kemampuan yang telah ada untuk mencari hukum syara’ yang sifatnya  sampai dirinya tidak mampu lagi untuk mencari kemampuannya. Ahli tahqiq mengemukakan bahwa ijtihad adalah qiyas untuk mengeluarkan (istinbath) hukum dari kaidah-kaidah syara’ yang umum.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Ijtihad adalah menggunakan segala kesanggupan untuk mencari suatu hukum syara’ . Dapat diambil  pengertian bahwa dalam masalah ijtihad, ditemukan adanya beberapa unsur yang harus ada didalamnya, yaitu sebagai berikut:
a.       Mujtahid, yaitu orang yang melakukan ijtihad.
b.      Masalah yang akan di-ijtihadi yang benar-benar membutuhkan pencarian status                                 hukumnya.
c.       Metode istinbath (pengambilan kesimpulan pendapat)
d.      Inatijah, yaitu hasil atau kesimpulan hukum yang  telah diijtihadi.
Oleh sebab itu, maka ijtihad dapat dijadikan sebagai jalan untuk mendapatkan beberapa ketentuan hukum dari dalil sebagai landasan pokoknya. Disamping itu bisa dijadikan pula sebagai suatu metode untuk memberikan kepastian hukum yang muncul akibat adanya tuntutan dan kepentingan dalam bermuamalah.

2.2  Sejarah
Ditinjaudari segi historis ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak zaman Nabi Muhammad SAW, kemudian berkembang pada masa sahabat, dan tabiin, serta generasi berikutnya hingga kini dan mendatang dengan memiliki ciri khusus masing-masing. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘amr ibn al-‘ash ra. Ia mendengar rosulullah bersabda:” apabila seorang hakim hendak menetapkan suatu hukum, kemudian dia berijtihad dan ternyata ijtihadnya benar, maka baginya dua pahala, dan apabila ijtihadnya salah baginya satu ganjaran.” 
Demikian juga sebuah hadis yang sangat populer di kala Nabi Muhammad SAW, hendak mengutus muadz sebagai hadis qodli’ (hukum) di Yaman, nabi bertanya kepadanya:dengan apa kamu memutuskan perkara muadz? lalu muadz menjawab: dengan sesuatu yang terdapat dalam kitabullah. Kalau kamu tidak menemukannya dalam kitabullah?”pert`nyaan nabi selanjutnya.” Aku akan memutuskan menurut hukum yang ada dalam sunnah rosulullah,” jawab muadz lagi” kalau tidak kamu jumpai dalam kitabullah maupun dalam sunnah rosulullah?”  Beliau mengakhiri pertanyaannya, muadz menjawab:”aku akan berijtihad dengan fikiranku sendiri”. Mendengar jawaban itu rosulullah mengakhiri dialognya sambil menepuk dada muadz seraya beliau bersabda: “segala puji bagi allah yang telah memberikan petunjuk pada utusan rosulya ke jalan yang di ridhoi oleh rosulullah”
Menyimak beberapa riwayat di atas dapat di pahami bahwa terjadinnya ijtihad pada masa nabi Muhammad SAW bukan semata-mat disebabkan atas dorongan nabi sendiri, namun juga lahir atas inisiatif dari sebagian sahabat, sebagaiman tergambar dari hadis muadz di atas, baru pada masa sahabat, ijtihad benar-benar mulai berfungsi sebagai alat penggali hukum guna menyelesaikan berbagai kasus yang dihadapi umat islam yang hukumnya tidak secara tegas di jumpai dalam al-quran dan sunnah, maka muncullah para sahabat terkemuka, seperti abu bakar, umar, utsman, dan ali, sebagai pelopor melakukuan ijtihad. Oleh karena itu mereka selalu bersikap:
a.    Hanya berijtihad terhadap masalah-masalah yang terjadi.
b.    Suka tukar menukar informasi
c.    Sering bermusyawarah untuk memecahkan masalah(ijma’).
d.   Tidak menganggap pendapatnya paling benar sendiri, tetapi menghargai pendapat orang lain.
e.    Segera menarik fatwanya setelah mengetahui beberapa sunnah yang bertentangan dengan fatwanya.
Pada masa daulat bani umayyah(661-750) atau periode tiga, berlakunya ijtihad sama dengan priode-priode sebelumnya meskipun situasi dalam keadaan perpecahan politik, banyak pemalsuan hadis dan tersebarnya fatwa yang berlawanan. Sebagai puncaknya, muncullah beberapa mujtahid pada periode IV (bani Abbasiyah), dimana pada fase ini fiqih islam mencapai puncak kejayaan bersam dengan kemajuan islam di berbagai bidang. Sehingga periode ini sering di sebut ijtihad dan lahir para mujtahid seperti:
a.     Imam abu hanifah(150 H) di kuffah
b.    Imam Malik bin Anas(179H) di madinah.
c.    Imam Syafi’i (240 H) di Baghdad dan pindah ke mesir
d.    Imam Ahmad bin Hambal(241 H) di baghdad
Selain empat imam madzhab di atas, sejarah juga mencatat mujtahid-mujtahid terkenal lainnya seperti: imam zay ibn ali ibn al-khusain(80-122 H), imam ja’far al shoddiq(80-148 H), dan masih banyak lainnya.
Sesungguhnya apabila ijtihad itu tidak ada maka akan memberikan dampak negatif pada umat islam karena hukum-hukum islam yang semula dinamis menjadi statis dan kaku, sehingga islam tertinggal zaman, bahkan masih b`nyak kasus baru yang hukumnya belim di jelaskan oleh al-quran dan sunnah, serta belum di bahas oleh ulama’-ulama’ terdahulu. Demikian juga akan menutup kesempatan bagi para ulama’ untuk menciptakan  pemikiran-pemikiran baik dalma memanfaatkan dan menggali sumber hukum islam sebagaimana di ungkapkan oleh ibn taimiyah bahwaseorang tidak berhak untuk memaksaorang lain dan mewajibkan sesuatu pada mereka, selain yang telah di wajibkan allah dan rasulullah, dan tidak boleh pula melarang kecuali sesuatu yang telah dilarang oleh allah dan rasulnya, termasuk berijtihad.

2.3       Kedudukan ijtihad dalam hukum Islam
Kedudukan Ijtihad sebagai dalam hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad Saw dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman.

“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”
“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikit pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi Muhammad Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan dan petunjuk tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami, Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”
“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin timbul yang tidak dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang harus dilakukan orang-orang sesudah kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setiap orang dan akal sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan selalu membimbing kamu ke jalan yang lurus!” 

Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. 

2.4   Bentuk atau macam ijtihad
Secara garis besar ijtihad dibagi dalam dua bagian, yaitu ijtihad fardi dan ijtihad jami’i
a.              Ijtihad fardi
Ijtihad fardi (perseorangan) ialah ijtihad yang dilakukan secara mandiri oleh seseorang yang mempunyai keahlian dan ijtihadnya belum dapat persetujuan dari ulama atau mujtahid lain. Ijtihad fardi maerupakan langkah awal atau dasar dalam mewujudkan ijtihad kolektif. Kalau tidak teardapat individu yang mampu dan ahli ijtihad, maka tidak akan terjadi ijtihad kolektif yang sangat dibutuhkan keberadaannya.
Artinya :
اَلاِجْتِهَادُ الْفَرْدِيُّ هُوَ كُلُّ  اجْتِهَادٍ وَلَمْ يَثْبُتْ اِتِّفَاقُ الْمُجْتَهِدِيْنَ فِيْهَا عَلَى رَأْيٍ فِى الْمَسْئَلَةِ.
“setiap ijtihad yang dilakukan oleh perseorangan  atau beberapa orang namun tak ada keterangan bahwa semua Mujtahid lain menyetujuinya dalam suatu perkara”
( Tasyri’ Islami : 115 )
Ijtihad yang semacam inilah yang pernah dibenarkan oleh Rasul kepada Muadz ketika Rasul mengutus beliau untuk menjadi qa’di di Yaman. Dan sesuai pula ijtihad yang pernah Umar bin Khattab katakan kepada Abu Musa Al-Asyari, kepada Syuraikh dimana beliau ( Umar ) dengan tegas mengatakan kepada syuraikh:
مَا لَمْ يَتَبَيَّنْ لَكَ فِيْ السُّنَّةِ فَاجْتَهِدْ فِيْهِ رَأْيَكَ

Dan kata Umar kepada Abu Musa Al-Asyari:
Artinya:
أَعْرِفِ الْاَشْبَاهَ وَالْاَمْثَالَ وَقِسِ الْأُمُوْرِ عِنْدَ ذَلِكَ
 “Kenalilah penyerupaan-penyerupaan dan tamsilan-tamsilan dan qiyaskanlah segala urusan sesudah itu.”
b.             Ijtihad Jami’i
Ijtihad jama’i (kolektif) ialah ijtihad yang dilakukan secara bersama atau bermusyawarah terhadap suatu masalah, dan pengamalan hasilnya menjadi tanggungjawab bersama.
اَلْاِجْتِهَادُ الْجَمَاعِيُّ هُوَ كُلُّ اجْتِهَادٍ اِتَّفَقَ الْمُجَاهِدُوْنَ فِيْهِ عَلَى رَأْيٍ فِى الْمَسْأَلَةِ
Artinya:
“Semua ijtihad dalam suatu perkara yang disepakati oleh semua Mujahidin” ( Ushulut Tasyri’ : 116 )
Ijtihad semacam ini yang dimaksud oleh hadits Ali pada waktu beliau menanyakan kepada Rasul tentang suatu urusan  yang menimpa masyarakat yang itidakdikemukakan hukumnya dalam Al Qur’an dan As Sunah. Ketika Itu Nabi bersabda:
اِجْمَعُوْا لَهُ الْعَامِلِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فَاجْعَلُوْهُ شُوْرى بَيْنَكُمْ فِيْهِ بِرَأْيٍ وَاحِدٍ
Artinya:
“Kumpulkanlan orang-orang yang berilmu dari orang-orang mukmin untuk memecahkan masalah itu dan jadikalah hal itu masalah yang dimusyawarahkan diantara kamu dan janganlah kamu memutuskan hal itu dengan pendapat orang seorang.”
Disamping itu Umar bin Khattab juga pernah berkata kepada Syuraikh :
Artinya:
وَاسْتَشِرْ أَهْلَ الْعِلْمِ وَالصَّلاَحِ
“Dan musyawarahkanlah ( bertukar pikiran ) dengan orang – orang yang saleh.”
Diriwayatkan oleh Maimun bin Mihram bahwasanya Abu Bakar dan Umar apabila menghadapi suatu hal yang tidak ada hukumnya dalam Al Quran dan As Sunah maka keduanya mengumpulkan tokoh – tokoh masyarakat dan menanyakan pendapat mereka. Apabila mereka telah menyepakati suatu pendapat, merekapun menyelesaikan hal itu dengan pendapat tersebut.
Contoh lain dari ijtihad jami’I ialah kesepakatan sahabat ketika mendukung atau mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah dan kesepakatan mereka terhadap tindakan Abu Bakar yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Juga kesepakatan mereka dalam menerima anjuran Umar sup aya Al Quran ditulis didalam mushaf, padahal yang demikian itu belum pernah dilakukan oleh Rasul.
Kedua macam ijtihad itu dibenarkan oleh syara’ dan sangat dihargai.
Imam Abul Hasan Muhammad bin Yusuf berkata:
اِنَّ النُّصُوْصَ الدِّيْنِيَّةَ وَاِنْ كَثُرَتْ فَاِنَّهَا تَنْحَصِرُ بِحَيْثُ لاَ تَحْتَمِلُ الزِّيَادَةُ عَلَيْهَا بَيْنَمَا الْحَوَارِثُ الَّتِيْ تَتَعَرَّضُ لِلنَّاسِ غَيْرُ مُتَنَاهِيّةٍ وَلِمُوَاجَهَةِ الْحَوَارِثِ لاَبُدَّ مِنَ الْجِهَادِ وَعَلَى هَذَا فَالْاِجْتِهَادُ ضَرُوْرِيٌ يُحَتِّمُهَا التَّطَوُّرُ
Artinya:
“sesungguhnya nash - nash agama walaupun banyak namun memiliki keterbatasan dalam arti tidak dapat menerima tambahan-tambahan lagi sedangkan kejadian  yang dihadapi manusia tidak berkesudahan, masa untuk menghadapi kejadian-kejadian itu perlukembali pada ijtihad terhadap satu hal yang tidak dapat kita hindari di dalam menghadapi setiap perkembangannya.”
Dengan demikian benarlah apa yang dikatakan oleh para ulama-ulama Hambali bahwa tak satu masa pun berlalu didunia ini kecuali di dalamnya ada orang-orang yang memopu berijtihad.
Dengan adanya orang berijtihad tersebut agama akan terjaga dan upaya pengecau agamapun dapat dicegah. Imam Abu Zahrah berkata,“Kita tidak tahu siapa yang dapat menutup pintu yang telah dibuka oleh Allah bagi perkembangan akal dan pikiran manusia. Bila ada orang berkata pintu ijtihad tertutup maka harus menyertai dalilnya.”
Pendapat tersebut diatas berdasarkan hal-hal berikut
1.      Beberapa ayat Al Quran  memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya dengan bebas atau dengan kata lain Islam menjamin hurriyatul fikri wal aqli.
2.      Al Quran dan As Sunah memberikan bimbingan kepada manusia supaya akal dan pikirannya tidak tersesat, dan juga memerintahkan supaya selama hidupnya manusia selalu mencari ilmu.
3.      Al Quran tetap utuh dan terpelihara untuk selamanya.
4.      Bahan-bahan untuk memurnikan hadits dan sunah Nabi semakin lengkap.
5.      Ilmu alat untuk berijtihad semakin lengkap sehingga memberikan kemudahan.

2.5   Syarat-syarat mujtahid
Orang-orang yang melakukan ijtihad, dinamakan mujtahid, dan harus memenuhi beberapa syarat.

2.5.1     Mengarti bahasa Arab
Sebagaimana kita ketahui kedua dasar hukum islam menggunakan bahasa Arab. Maka dari itu, seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa Arab dalam rangka agar penguasaannya pada objek kajian lebih mendalam.

2.5.2     Memahami tentang Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam primer di mana sebagai fondasi dasar hukum Islam. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus mengetahui Al-Qur’an secara mendalam. Barangsiapa yang tidak mengerti Al-Qur’an sudah tentu ia tidak mengerti syariat Islam secara utuh. Mengerti Al-Qur’an tidak cukup dengan piawai membaca, tetapi juga bisa melihat bagaimana Al-Qur’an memberi cakupan terhadap ayat-ayat hukum.

2.5.3     Mengerti tentang sunah
As-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau ketentuan yang diriwayatkan dari Nabi SAW.
  
2.5.4     Mengetahui hal-hal yang di Ijma’-kan dan yang di-Ikhtilaf-kan
Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah disepakati oleh para ulama, sehingga tidak terjerumus memberi fatwa yang bertentangan dengan hasil ijma’. Sebagaimana ia harus mengetahui nash-nash dalil guna menghindari fatwa yang berseberangan dengan nash tersebut.

2.5.5     Mengetahui Ushul Fiqh
Di antara ilmu yang harus dikuasai oleh Mujtahid adalah ilmu ushul fiqh, yaitu suatu ilmu yang telah diciptakan oleh para fuqaha utuk meletakkan kaidah-kaidah dan cara untuk mengambil istimbat hukum dari nash dan mencocokkan cara pengambilan hukum yang tidak ada nash hukumnya. Dalam ushul fiqh, mujtahid juga dituntut untuk memahami qiyas sebagai modal pengambilan ketetapan hukum.

2.5.6     Mengetahui maksud-maksud hukum
Seorang mujtahid harus mengerti tentang maksud dan tujuan syariat, yang mana harus bersendikan pada kemaslahatan umat. Dalam arti lain, melindungi dan memelihara kepentingan manusia.

2.5.7     Bersifat adil dan taqwa
Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh Mujtahid benar-benar proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari kepentingan politik dalam istimbat hukumnya.

2.5.8     Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya
Seorang Mujtahid harus mengetahui tentang keadaan zamannya, masyarakat, problemnya, aliran ideologinya, politiknya, agamanya dan mengenal hubungan masyarakatnya dengan masyarakat lain serta sejauh mana interaksi saling mempengaruhi antara masyarakat tersebut.





BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan

Ijtihad adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan berbagai metode yang diterapkan beserta syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menggali dan mengetahui hukum Islam untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan ijtihad dilakukan adalah upaya pemenuhan kebutuhan akan hukum karena permasalahan manusia semakin hari semakin kompleks di mana membutuhkan hukum Islam sebagai solusi terhadap problematika tersebut.

3.2  Saran dan kritik

Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin!
                                          
DAFTAR PUSTAKA
Djalil, H. A. Basiq (2010). Ilmu Ushul Fiqih 1 dan 2. Jakarta: Kencana.
Ilmy, Bachrul (2012). Pendidikan Agama Islam untuk Kelas X SMK. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Lismanto (2012). Makalah tentang Ijtihad. From file:///E:/agama/Makalah%20Tentang%20Ijtihad.htm, 7 Oktober 2014.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news